Pantai Sembulungan adalah salah satu pantai di Banyuwangi yang punya daya tarik lain dibanding pantai-pantai lain di Banyuwangi. Selain keindahan pantainya, juga terdapat peninggalan sejarah mulai era kerajaan hingga era penjajahan kolonial Belanda dan Jepang. Selain itu juga terdapat kearifan-kearifan lokal masyarakat pesisir Banyuwangi terutama Muncar yang wilayahnya sangat dekat dengan Pantai Sembulungan yang hanya dipisahkan oleh Perairan Teluk Pangpang.
Pantai Sembulungan terletak di
wilayah konservasi Taman Nasional Alas Purwo berdekatan dengan Daerah Muncar,
Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur. Jika kita berada di pelabuhan Muncar kita bisa
melihat sebuah daratan tinggi atau Tanjung yang menjorok ke arah Laut, wilayah
tersebut bernama Sembulungan.
Rute menuju pantai Sembulungan dari kota Banyuwangi.
Untuk ke Pantai Sembulungan ada
dua cara yaitu lewat darat dan lewat laut menggunakan kapal/jukung. Rute ke Pantai Sembulungan dengan jalur darat
adalah lewat Jatipapak yang terkenal dengan wisata mangrove Trail Jatipapak.
Sembulungan rute darat hanya bisa dilewati oleh kendaraan roda dua
saja. Dari kota Banyuwangi ambil rute ke TN Alas Purwo melewati
Rogojampi-Pertigaan Lampu Lalu Lintas Srono ambil ke arah timur (arah Muncar) –
Pertigaan lampu lalu lintas Tembok ambil ke barat – dari sini ikuti saja
petunjuk jalan ke TN Alas Purwo hingga sampai daerah Kalipait akan ada Kantor
TN Alas Purwo dan Lapangan Sepakbola sebelum masuk ke hutan. Ikuti jalan
berbatu dekat Lapangan Bola tersebut hingga ke Jatipapak, dari jatipapak kalian
bisa menanyakan rute ke Sembulungan. Jika kondisi musim hujan tidak disarankan
rute darat ini.
Sembulungan Rute Laut bisa ditempuh dari Pelabuhan Muncar menyewa kapal/jukung. Saya bisanya malah lewat Sungai Stail dengan menyewa jasa transportasi dari Kelompok Masyarakat Bahari Stail Sejahtera (BSS) yang berada di Desa Wringinputih, Kecamatan Muncar. Kelompok BSS ini sering mengantarkan tamu untuk memancing, juga untuk wisata trip ke Teluk Biru. Untuk ke Basecamp Kelompok BSS ini cukup mudah. Dari kota Banyuwangi ambil rute ke TN Alas Purwo melewati Rogojampi-Pertigaan Lampu Lalu Lintas Srono ambil ke arah timur (arah Muncar) – Perempatan Tembok ambil ke kanan lalu ikuti sampai di pertigaan Pasar Sumberayu ambil kiri – ikuti jalan dan tanya warga setelmpat Kantor Resort Tanjung Pasir TN Alas Purwo atau kalian bisa ikuti rute di Google maps. Jika kalian tertarik bisa menghubungi nomor Whatsapp 081216695429.
Rute laut ini seru, apalagi lewat sungai Stail. Kalian bisa melihat kehidupan dipesisir sungai Stail, aktivitas masyarakat, melewati hutan mangrove dan akhirnya bermuara di teluk pangpang dan sampai di Pantai Sembulungan. Kelemahan dari rute laut lewat sungai stail adalah masih terpengaruh pasang surut air laut. Jika air laut surut, untuk menyebrang ke Sembulungan agak sulit. Atau bahkan tidak bisa.
Di Pantai Sembulungan
Tetibanya di Pantai Sembulungan cukup takjub dengan perubahannya. Dahulu jika berlabuh kesini, celana bagian bawah agak basah terkena ombak saat turun kapal namun sekarang ada Dermaga yang bisa digunakan untuk pelabuhan kapal terutama saat air laut sedang pasang. Pantao Sembulungan berpasir putih dan saat datang dalam kondisi bersih hanya ada sampah-sampah dari seresah daun yang basah terbawa ombak laut dan angin. Namun memang jika kita kesini saat musim angin barat yang membuat ombak membawa sampah-sampah dilautan menepi sehingga pesisir pantai ini banyak terlihat sampah yang berserakan.
Di tepian pantai terlihat bangunan yang sedikit timbul dari pasir pantai, saat saya dekati ternyata sebuah Bungker sudah tidak digunakan lagi. Jumlahnya cukup banyak, belum lagi bungker yang ada di atas bukit sembulungan. Kalau kita ke atas bukitnya makin ditemukan banyak bungker dengan sedikit lubang untuk keluarnya moncong senjata dan mengintip. Sepertinya Tanjung Sembulungan ini menjadi seperti benteng pertahanan yang digunakan pada masa era kolonial belanda dan jepang untuk menghadapi serangan dari laut. Dengan adanya benteng pertahanan di tanjung sembulungan ini kapal musuh akan kesulitan mendarat ke wilayah Muncar. Di area atas bukit juga ada sisa meriam yang digunakan pada masa penjajahan dulu. Meriamnya cukup besar bertuliskan FRIED KRUPP ESSEN 1900 yang berarti meriam ini dibuat tahun 1900 oleh Tokoh Industrial Terkenal, Fried Krupp yang membangun industri cetakan logam di Essen, Jerman. Tulisan tersebut juga ditemukan pada meriam-meriam peninggalan masa penjajahan. Diatas bukit cukup sejuk karena banyak rimbunan pohon dan bambu yang menaungi, ditambah lagi angin laut yang cukup sejuk masuk dari sela-sela dahan pohon dan bambu membuat lupa cuaca panas di area pantai.
Jika kita lebih naik ke puncak
sembulungan ini kita bisa menemukan situs peninggalan Empu Supo. Situsnya ini
hanya berupa bongkahan batu bata yang berukuran tidak wajar juga ditemukan
umpak yang memperkuat dugaan adanya bangunan disini. Empu Supo ini terkenal
dalam cerita sejarah Kerajaan Majapahit dan Blambangan. Singkat ceritanya Prabu
Brawijaya mengutus Empu Supo mencari Keris Kiai Sengkelat yang hilang. Setelah
sekian lama mencari dari daerah ke daerah hingga sampailah di daerah Blambangan
(Banyuwangi). Saat di Blambangan, beliau dipanggil oleh bupati Blambangan untuk
memperbaiki bilah kerisnya yang rusak, ternyata keris milik bupati adalah keris
yang dicari oleh beliau. Empu Supo menyarankan untuk membuat duplikat keris
tersebut sebanyak 3 buah untuk menghindari terjadinya kerusakan atau kehilangan
sedangkan yang asli di simpan oleh beliau. Bupati Blambangan terkesan atas
hasil kerja Empu Supo yang bisa memperbaiki keris dan membuat duplikatnya.
Konon cerita Keris Kiai Sengkelat yang asli dikembalikan ke Prabu Brawijaya. Untuk ke Situs Empu Supo ini tidak bisa sembarangan, karena tidak ada jalan setapaknya sehingga kalian perlu izin dulu kepada petugas agar bisa didampingi naik ke atas bukit tersebut.
Kearifan Lokal di Sembulungan.
Setiap tanggal 14,15 pada Tanggalan Islam, masyarakat nelayan di muncar melakukan kegiatan pembersihan kapal-kapal mereka di pesisir pantai Sembulungan. Membersihkan kapal dari kerak dan kerang yang menempel di lumbung kapal, kebersihan kapal hingga memperbaiki kapal seperti mencat kembali warna kapal yang memudar. Kapal Nelayan Muncar ini sangat khas sekali dengan warna warni yang menawan dan bentuknya yang unik. Pada lumbung kapalnya terdapat corak garis warna-warni dan diakhir pada garis teratas biasanya berwarna kuning. Kapal Khas Nelayan di Muncar ini bernama Kapal Slerek. Jika kalian datang pada pagi sampai sore hari pada tanggal tersebut, kalian bisa menjumpai aktivitas ini.
Pada setiap bulan Muharram pada
Tanggalan Islam, Masyarakat nelayan muncar melakukan Upacara Petik Laur Muncar
yang diadakan sangat meriah. Bahkan banyak wisatawan yang datang untuk melihat
upacara ini. Upacara ini diadakan sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil laut
yang didapat dan hasil laut kedepannya juga melimpah. Poin menarik dari petik
laut adalah keramaian warna-warni kapal Slerek yang berangkat bersama-sama
melabuhkan umbe rampe, sesaji dalam bentuk kapal dan dihanyutkan atau
ditenggelamkan di laut. Rasanya Perairan Teluk Pangpang dan Selat Bali hari itu
penuh dengan warna. Setelah melabuhkan dilanjutkan syukuran di Pantai
Sembulungan dan napak tilas sekaligus mendoakan Mbah Kalong. Salah satu tokoh
Gandrung yang dihormati di Wilayah Muncar dan sekitarnya.
Video Petik Laut Muncar
<iframe width="560" height="315" src="https://www.youtube.com/embed/vlkm9HB4VEA" frameborder="0" allow="accelerometer; autoplay; clipboard-write; encrypted-media; gyroscope; picture-in-picture" allowfullscreen></iframe>
Secara garis besar, Pantai
Sembulungan ini menarik untuk di kunjungi baik pesona alamnya, keunikan budaya
dan kearifan lokalnya juga peninggalan sejarah yang ada disana. Jika ada waktu
coba dikunjungi pantai Sembulungan ya, coba juga menggunakan jalur lautnya :)
Mantap banget nih pantainya.
BalasHapusPunya wisata alam dengan keindahan yang juara dan juga punya wisata sejarah yang cukup panjang, mulai dari sejarah kerajaan hingga sejarah masa kolonial Belanda dan Jepang.
Bisa masuk dalam list nih.
Kalau melihat bungkernya, kok mirip dengan benteng di Pulau Nusakambangan ya, dengan tambahan merima sebagai senjata. Menarik ditelisik itu, mas
BalasHapus