Selasa, 07 Agustus 2018

Desa Wisata Edelweiss Wonikitri, Bunga Edelweiss Tumbuh di Setiap Depan Rumah


Desa Wisata Edelweiss Wonokitri
Edelweiss, bunga yang dijuluki bunga abadi hanya tumbuh di daerah pegunungan. Untuk bertemu dan melihat bunga ini di banyak tempat harus melakukan pendakian melelahkan, dan melawan hawa-hawa dingin khas pegunungan. Bromo merupakan salah satu tempat dimana tumbuhan Edelweiss tumbuh dan terancam karena dipetik dan diperjualbelikan untuk cinderamata. Desa Wonokitri Kabupaten Pasuruan, salah satu desa yang berada sangat dekat dengan kawasan TN Bromo Tengger Semeru yang kurang lebih mempunyai iklim, karakteristik tanah, ketinggian yang hampir sama, disanalah “Sang Abadi” Edelweiss tumbuh di depan rumah mereka bahkan sampai tumbuh di tepi jalan desa.
Edelweiss di Bromo
Edelweiss tumbuh di Desa wonokitri tidaklah secara alami, namun karena memang sengaja ditumbuhkan. Ditumbuhkan oleh sekelompok masyarakat Desa Wonokitri, Hulun Hyang namanya. Saya bertemu mereka karna diajak kawan saya, Birama yang bertugas mendampingi kolompok masyarakat tersebut. Dari Bromo, kami berangkat menuju Desa Wonokitri melewati Lautan Pasir Bromo dan mengambil arah ke Pasuruan. Sepanjang jalan ke Wonokitri kami disuguhi pemandangan punggung-punggung pegunungan dari Bromo menarik untuk dilihat.

Semai-semai Edelweiss di pot popmie
Sesampainya di Desa Wonokitri, saya bertemu dan berkenalan dengan kelompok masyarakat Hulun Hyang. Ditempat tersebut saya melihat banyak semai dari Edelweiss yang berada di pot-pot bekas popmie. Ini menarik mengingat popmie pasti laku sekali di daerah dingin namun sampah dari wadahnya menjadi masalah karena tidak dapat terurai. Dengan dijadikannya pot minimal bisa mengurangi sampah-sampah wadah popmie.

Awal Edelweiss bisa ada di Desa Wonokitri karena Pihak dari TN Bromo Tengger Semeru mencoba membagikan semai Edelweiss sebagai bentuk tindakan Konservasi Exsitu (konservasi diluar kawasan). Selain itu, adanya Edelweiss di Desa Wonokitri, masyarakat Tengger bisa menggunakan bunganya untuk keperluan keagamaan tanpa harus memetik di kawasan Konservasi Bromo yang jelas-jelas dilarang dilakukan pemetikan tumbuhan apapun.

Penjelasan singkat mengenai pembibitan Edelweiss
Bibit yang diberikan oleh mereka ditanam, lalu Edelweiss berhasil tumbuh akhirnya berbunga. Dari situ mereka mulai memperbanyak dengan mengambil biji atau dilakukan stek tunas. Dikesempatan kali ini saya diajarkan oleh kelompok Hulun Hyang secara singkat cara pembibitan Edelweiss dari mulai mengambil biji edelweiss yang gampang-gampang susah dan perlu ketelitian dalam mengambilnya. Bijinya kecil sekali, warna hitam, bernapas sedikit saja bisa-bisa biji tersebut hilang :D. Biji-biji tersebut lalu disebar di dalam media tanam berupa tanah lalu ditutupi beberapa tabor pasir agar biji yang disebar tidak hilang tertiup angin. Lama-lama biji akan tumbuh menjadi semai, lalu meninggi dan jika sampai ukuran tertentu semai tanaman edekweiss siap dipindah ke pot kecil atau media tanam tersendiri.

Keliling Desa Wisata Edelweis Wonokitri (di foto oleh Birama)
Salah satu rumah yang di depannya tumbuh Pohon Edelweis
Tidak sampai situ saja, Hulun Hyang juga membagikan bibit-bibit Edelweiss kepada penduduk desa Wonokitri untuk menanamnya di depan rumahnya, ditanam dipinggir jalan desa. Dan saya pun melihat sendiri saat berkeliling desa, selalu ada Edelweis yang tumbuh di depan halaman rumah, di pot-pot rumah mereka, bahkan di pinggir-pinggir jalan. Kelompok Hulun Hyang juga mempunyai lahan dimana mereka menanam semai edelweiss dan mengajak saya menanam edelweiss di tanah mereka.

Lahan Edelweiss Kelompok Masyarakat Hulun Hyang
Menanam Edelweiss, biar Edelweiss tetap abadi
Edelweiss di lahan mereka, sudah tumbuh dengan baik, beberapa sudah ada yang berbunga. Lahan ini akan mereka rawat terus hingga akhirnya bisa menjadi hamparan tanaman edelweiss, selanjutnya tempat ini bisa menjadi tempat pembelajaran, pendidikan pembibitan tanaman Edelweiss.

Hidangan khas Masyarakat Tengger
Cabe Gunung
Setelah melakukan penanaman di lahan Edelweiss Kelompok Hulun Hyang, langsung kembali ke desa dan disuguhkan makanan khas Tengger dengan cabai gunung yang super pedas. Bentuknya tidak seperti cabe pada umumnya, malah mirip seperti tomat ceri (tomat kecil). Ada juga makanan yang unik, terbuat dari semacam parutan jagung putih, makanan ini ternyata bisa tahan dua tahun loh, tanpa pengawet. Hanya dengan bermain dengan cara penyimpanannya yaitu selalu diberi air.
Makanan yang tahan sampai 2 tahun lamanya
Banyak yang bilang Edelweiss adalah bunga abadi dan tidak pernah layu. Namun dari hasil jalan-jalan di Desa Wonokitri, saya melihat ada beberapa tanaman edelweiss yang akhirnya layu dan mati. Mungkin saat melihatnya di alam liar, kita tidak beruntung menemuka edelweiss yang layu dan mati. “Edelweiss tidaklah abadi, bisa saja layu dan mati. Karna menanamlah Edelweis bisa abadi. Abadi Hingga Nanti”


Jika kalian berencana piknik ke Gunung Bromo, pulangnya kalian bisa mampir ke Desa Wisata Edelweis Wonokitri, Pasuruan dan bertemu dengan Kelompok Tani Edelweis Hulun Hyang untuk belajar mengenai Tanaman Edelweiss.



22 komentar:

  1. Situ ikutan nanam mas? Apik hahahhhhhahah
    Eh menarik ini kalau diulas lebih dalam berkaitan dengan ide pertama sampai akhir.

    BalasHapus
  2. Aku jadi penasaran dengan tulisanmu ini. Iya sepakat sama Mas Sitam, kalo dilakukan liputan mendalam soal ini bakalan seru deh.

    BalasHapus
  3. Aku lbh tertarik dan penasaran dengan makanannya mas :). Parutan jagung putihnya dimasak gimana? Apa jd pengganti nasi ya? Hebat loh bisa tahan 2 thn dengan penyimpanan yg benar. Cabenya juga perlu aku coba ini, secara pecinta pedes banget :D.

    Kalo bunga edelweis, mungkin krn aku ga suka bunga apapun kali yaaa, jd melihat edelweispun boro2 pengin metik, lah wong ga tertarik bunga :D

    BalasHapus
  4. Bagus mas, terimakasih juga buat kunjunganya dan ilmunya waktu itu

    BalasHapus
  5. Mantap liputannya tentang bunga abadi, sandinya ya memang karena ditanam yo mas. Hhe

    BalasHapus
  6. Aku pikir kalau memang bisa ditumbuhkan alias budidaya mengapa tidak diperbanyak. Ketimbang membiarkan jadi bunga langka, terus dicuri bunganya untuk dibawa pulang atau dijual, kan lebih baik dibudidaya. Nah bunga hasil budidaya dikeringkan dan dijual, kan jadi sumber ekonomi juga

    BalasHapus
  7. Waaaah asyik banget ya kalau ditanam dan tumbuh subur di halaman rumah warga begini. Jadi nggak merasa bersalah kalau harus memetiknya untuk keperluan upacara adat atau lainnya.

    BalasHapus
  8. oh ini toh ceritanya, sempet terkesima pas baca postingan IG. ID bagus sekali untuk mengembagbiakkan Edelweiss di bungkus Popmie yang pasti banyak berserakan, daripada jadi sampah mending buat pembiakan Edelweiss. Btw itu cabe bulet amat ya.. kalau ga hati2 disangka tomat cherry

    BalasHapus
  9. Btw itu desa tinggi nya berapa MDPL mas,kok bs ya tumbuh sukses gtu

    BalasHapus
  10. Waktu pulang dari Dieng pernah beli Edelweis kecil, awet sampai sekarang padahal udah 2 tahun :)

    BalasHapus
  11. Keren mas... trimakasih sdh brkunjung... lain waktu berkunjung lagi ya...

    BalasHapus
  12. Zaman daku ABG dulu, edelweis ini bunga pujaan banget, apalagi kalau yang punya pacar anak gunung dan bawain bunga ini buat pacarnya.
    Kalau ditanam di Yogya, awet nggak ya.

    BalasHapus
  13. Yup, memang edelweiss hanya bisa bertahan dengan suhu khas pegunungan. Makanya saya suka heran kalau ada orang yg beli edelweiss terus dibawa pulang. Buat apa? Buat diliat gimana matinya hingga terurai?


    Wah, seru ya klo tanaman ini bs ada di depan rumah. Kayaknya kalau ke Bromo lagi, ini bs jadi tujuan saya deh mas.

    Terima kasih sudah berbagi :)

    BalasHapus
  14. Menarik ini. Bagian dari kebijakan taman nasional untuk memberdayakan masyarakat di dalam lingkar kawasan. Edukasi jadi penting, mudah2an mas Alan lain waktu bisa mengulas lebih mendalam 😍

    BalasHapus
  15. wah, kabar baik ini, ternyata Edelweiss bisa dibudidayakan ya. Upaya yang bagus ini, dan kebayang betapa indahnya saat kawasan ini nanti marak dengan bunga-bunga Edelweiss yang bermekaran. dan gak usah deh ya metik2 untuk dibawa pulang sebagai tanda cinta abadi. Ikut melestarikan supaya tetap abadi itu jauh lebih baik dan bijak.

    BalasHapus
  16. Wow ide cemerlang banget budidayakan edelweis jadi yang dilindungi aman, bisa bawa pulang jadi oleh2 dan memberdayakan masyarakat..

    BalasHapus
  17. Inget jaman PDKT dulu, pernah dikasih edelweis. ciyeehhh.
    But good to know bunya ini ternyata bisa dibudidayakan. Tapi harus di tempat dengan suhu rendah ya?

    BalasHapus
  18. Edelweiss tidaklah abadi, bisa saja layu dan mati.

    Aku baca bagian ini mendadak syahdu gitu.

    Aku penasaran lebih lanjut sama makanan yang bisa tahan 2 tahun itu mas. Aromanya enak ga? Apa anyep anyep gitu?

    BalasHapus
  19. Mwnarik! Karena memang begitu sulit mengsinkronkan pertumbuhan penduduk dengan alam. Edelweis dan sampah gunung adalah salaah satu masalah klasik kan bang ya?

    BalasHapus
  20. Wah Kece banget ya, udah itu edelwisnya tumbuh subur pulak

    BalasHapus
  21. Kalau yang di Dieng itu edelweiss bukan ya, malah jadi penasaran..

    BalasHapus
  22. bagus juga yah ditanam di depan rumah gini, mengantisipasi di alam habis atau semakin menipis..

    -Traveler Paruh Waktu

    BalasHapus

Whatsapp Button works on Mobile Device only

Start typing and press Enter to search