Indonesia beragam budaya, beragam
adat istiadat, juga beragam cara mengungkapkan cinta dan rasa syukur atas
karunia yg diberikan Tuhan Yang Maha Esa. Di Banyuwangi sendiri tradisi
ungkapan rasa syukur cukup beragam dan ada hampir di setiap desa. Biasanya tradisi ini diadakan
memasuki atau sudah dalam bulan Suro (Bulan pertama dalam kalender Jawa). Saya
pun tertarik mengikuti beberapa tradisi adat yang bisa saya bilang unik, salah
satunya adalah Tradisi Adat Kebo-Keboan Alas Malang.
Sesuai dengan nama desanya, Tradisi
Kebo-Keboan Alas Malang diadakan di desa Alas Malang, Kecamatan Singojuruh,
Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Letaknya cukup dekat dengan Stasiun Rogojampi (15 menit) dan Bandara Blimbingsari
(sekitar 30 menit). Tradisi ini diadakan mulai 10.00, saya berangkat dari kota
Banyuwangi – melewati jalan utama Banyuwangi-Jember – Kota Rogojampi –
Pertigaan Lampu Lalu Lintas Tugu Adipura ambil kanan – Ikuti jalan sampai
menemukan perempatan Patung Kebo-keboan dan ambil kanan dari sini tinggal
mengikuti hiruk pikuk masyarakat yang menuju desa Alas Malang.
Datang pagi saya pikir masih
sepi, ternyata masyarakat sudah memenuhi segala penjuru desa. Dilapangan
samping panggung wayang sedang berkumpul beberapa kelompok sanggar kesenian
yang ada di Alas Malang untuk ikut melakukan Ider Bumi keliling desa Alas
Malang. Beberapa dari mereka menunjukan kebolehan sanggar mereka di lapangan
tersebut, bisa dibilang pemanasan sebelum tradisi adat kebo-keboan belum
dimulai. Tidak jauh dari lapangan tersebut warga yang ditugaskan menjadi
Kebo-Keboan sedang melakukan make-up dengan menghitamkan tubuhnya layaknya
Kerbau. Menghitamkannya menggunakan bahan seperti serbuk arang dicampur minyak.
Warga yang menjadi kebo-keboan cukup beragam, dari kalangan pemuda sampai yang
sudah sepuh pun ikut serta. Ada Kebo ada juga pengembalanya dengan baju adat
berwarna hitam membawa pecut, tas ayaman daun kelapa layaknya petani yang
hendak pergi ke sawah. Tasnya juga bukan hiasan, ada beberapa bungkus rokok,
air mineral dan beberapa camilan ibarat benar-benar mau ke sawah. Sedangkan
Kebo-keboannya kulit dilumuri cairan hitam, tanduk kerbau dan rumbaian tali
rafiah hitam sebagai rambutnya serta kelenteng/lonceng kerbau yang di kalungkan
pada leher.
Pengembala Kebo-keboan |
tumpengan |
Tradisi adat diawali dengan
pembacaan doa dan tumpengan, namun sayangnya tumpengan hanya dilakukan untuk
pada undangan saja, mungkin karena masyarakat yang hadir terlalu banyak, acara
tumpengan masal di depan rumah masing-masing seperti acara-acara lainnya tidak
terlalu efektif. Tumpengannya berupa makanan khas Banyuwangi seperti Jenang
Suro dan Pecel Pitik. Beberapa kali nyobain pecel pitik, pecel pitik yang
dibuatkan di Desa Adat Alas Malang saya nilai cukup enak loh :D. Tradisi
Kebo-keboan pun dimulai, jalanan desa cukup ramai air dari irigasi sawah
dialirkan ke selokan dan jalanan desa dibanjirkan terutama di area depan
panggung. Barisan pawai dimulai dari kereta kencana yang ditarik oleh salah
satu peserta kebo-keboan paling besar dan merupakan icon dari kebo-keboan Alas
Malang. Kereta kencana tersebut dinaiki oleh gadis cantik berperan sebagai Dewi
Sri, yang merupakan Dewi Pertanian, Dewi Padi, Dewi Kesuburan. Setelah Dewi Sri
diikuti oleh Kebo-keboan beserta para pengembalanya. Penonton dihimbau dan
menjaga jarak tidak menggoda para kerbau
agar kerbau-kerbau tersebut “terkendali”.
Barisan pawai terakhir adalah para sanggar kesenian yang ada di Alas Malang
dengan dominan kesenian Barong ada juga kesenian Reog Ponorogo.
Kesenian Barong Banyuwangi |
Dewi Sri dan Kereta Kencananya |
adik-adik yg mukanya udah cemong >_< |
Mendadak Kebo-keboan tak
terkendali dengan mendekati penonton dan menghitampan sebagian atau seluruh
wajah penonton dengan tangannya, bahkan serunya kebo-keboan mengejar-ngejar
penonton secara random membubarkan barisan penonton karena semuanya lari
kocar-kacir :D. Begitu pula saya, menjadi korban mereka, dengan muka hitam
sebelah tertangkap oleh seekor kebo-keboan. Seiring berjalannya waktu ternyata
cukup banyak warga yang mukanya hitam, kebanyakan adalah anak-anak, dan para
pemuda-pemudi. Melihat hal-hal tersebut tertawa dan hiruk pikuk keseruan dari
penonton terdengar ramai sekali, bahkan saya yang berada di luar perkampungan (daerah
persawahan) saya bisa mendengarnya. Setelah melintasi seluruh penjuru desa Alas
Malang, rangkaian terakhir yaitu Kebo-keboan berkubang dan membajak sawah di
sawah yang sudah disediakan.
bersama salah satu kebo-keboan :D |
Dari kacamata saya, Tradisi
Kebo-keboan Alas Malang tidak hanya sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat
dan karunia Tuhan YME. Saya melihat
adanya kegembiraan dari warga-warga yang ikut serta meramaikan tradisi ini.
Dengan bergembira dan tertawa bisa menghindari dan mengurangi stress akibat
hidup yang tak selamanya selalu mulus :D
Tahun depan Kalian tertarik
melihat Tradisi Adat ini?
wah seru gelar kebudayannya. btw itu itemin pake arang + minyak apa ga susah entar ilanginya?
BalasHapushehe sengaja biar susah ilang mas, soalnya nanti ada adegan bajak sawah dan basah-basahan :D
Hapusserius unikk. mas Alan dolan e keseringan nih. rajin nulis ee.
BalasHapusitu yg dipilih jadi kebo emang sengaja yang perutnya buncit ya. haha
haha ak juga masuk donk :D. nggak semua cuma beberapa yg bisa jd icon kebo2an kayaknya ddeh nif
HapusKalau di Malang namanya Bantengan.. tapi ini serem banget ih orangnya,, aku langsung skip itu foto yang close up, merinding >.<
BalasHapusBtw, kayaknya baru ini liat sosok di balik catatan nobi, :D
ohh bantengan ya klo malang, siapa tau bisa liat ygdi malang :D.
Hapusiya ya,, jarang2 narsis sih yg punya mba si sosoknya itu :p
Kok serem yaaa, kayak grandong nya maklampir
BalasHapuskudu nyoba jadi kebonya bang cumi tahun depan ya :p
Hapushahaha itu perut yang jadi kebo-keboannya gede buanget :D
BalasHapushahahaha :D iya eee biar makin garang
Hapuspertama kali liat foto diatas, istri disebelah saya langsung bilang.."hih ngeri banget"..ternyata ada karnaval model beginian..itu di olesi item2 yang repot entar kalau mau mandi ya pasti kak..
BalasHapus